
- Buletin Prasasti Edisi 1: Terbit
- Buletin Prasasti Edisi 2: Waktu
- Buletin Prasasti Edisi 3: Manusia
- Buletin Prasasti Edisi 4: Terimakasih
- Buletin Prasasti Edisi 5: Ekspresi
- Buletin Prasasti Edisi 6: Ego
- Buletin Prasasti Edisi 7: Berontak
- Buletin Prasasti Edisi 8: Menang
- Buletin Prasasti Edisi 9: Eksistensi
- Buletin Prasasti Edisi 10: Hipokrit
- Buletin Prasasti Edisi 11: Batas
- Buletin Prasasti Edisi 13: Perjalanan
- Buletin Prasasti Edisi 14: Semu
- Buletin Prasasti Edisi 15: Hilang
- Buletin Prasasti Edisi 16: Perayaan
- Buletin Prasasti Edisi 17: Langit
- Buletin Prasasti Edisi 18: Diam
- Buletin Prasasti Edisi 19: Etnik
- Buletin Prasasti Edisi 21 : Berpindah
- Buletin Prasasti Edisi 22 : Mati
- Buletin Prasasti Edisi 23 : Riuh
- Buletin Prasasti Edisi 24 : Pisahan
- Buletin Bulanan Edisi 25: Enigma
- Buletin Bulanan Edisi 26: Wabah
- Buletin Bulanan Edisi 27: Setara
- Buletin Bulanan Edisi 28: Rehat
Walaupun dengan taruhan kewarasannya, Carl Gustav Jung pernah mengonsepkan Persona, bahwa manusia tidak terlepas dari topeng yang dipakainya sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat. Manusia yang berusaha sempurna, seringkali menggunakan ‘topeng’ mereka masing-masing, menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan seringkali ia melupakan hakikat kepribadian sesungguhnya. Melanjutkan edisi buletin Prasasti ke-10, kami mencoba menghadirkan, bagaimana manusia selalu berbohong demi mengharapkan kesan baik di mata manusia lain, menyajikannya dalam tulisan. Selamat merenungkan diri kita sebagai manusia yang ‘berusaha’ baik di mata manusia lain. Manusia yang selalu menciptakan kebohongan untuk ditampilkan.
Selamat menikmati.
Salam pers mahasiswa, salam sastra muda