Lompat ke konten

The Banshees of Inisherin: Bukti Cerita Rakyat Bagian dari Budaya Sekaligus Alat Perlawanan

Sumber: imdb.com
Oleh: M. Labib Fairuz Ibad*

Durasi: 1 jam 54 menit

Distributor: Searchlight Pictures

Tanggal rilis: 21 Oktober 2022

Sutradara: Martin McDonagh

Pemeran: Collin Farell, Brendan Gleeson, Kerry Condon, Barry Keoghan.

Banshee Adalah Sosok yang Menghantui

Banshees of Inisherin merupakan salah satu film nominasi Oscar 2023 yang digarap oleh sutradara berdarah blasteran Inggris-Irlandia Martin McDonagh dengan menggandeng aktor ternama Colin Farrell sebagai Pádraic yang juga mendapat nominasi best male lead actor pada Oscar 2023 lalu. Film ini mengangkat tema cerita rakyat dari Irlandia mengenai sosok banshee yang menakuti warga Inisherin–sebuah pulau terpencil di wilayah Irlandia Utara.

Sosok banshee dalam film ini merujuk pada sosok perempuan misterius yang datang ke rumah salah satu keluarga secara acak. Konon, rumah yang dihampiri banshee ini akan mengalami malapetaka dalam waktu singkat. Malapetaka itu ialah, akan ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal. Sehingga, kemunculan banshee ini cukup ditakuti oleh masyarakat sekitar Irlandia dan negara lain berkultur Gaelic Celtic.

Sisi lain dari film ini ialah sang sutradara mencoba membawakan isu perang sipil masyarakat Irlandia. Pada film ini khususnya, seorang warga berkelahi hebat hingga mengancam nyawa hanya karena kesalahpahaman. Adegan semakin menegangkan ketika salah satu karakter benar-benar melakukan perkataannya. Kemudian terdapat salah satu penghuni desa perempuan yang renta bertamu ke rumah Padraic sebanyak dua kali. Dari sanalah ia beranggapan bahwa akan terdapat dua keluarganya yang meninggal dalam waktu dekat.

Perebutan Makna Budaya

Dalam pandangan esensialis, cerita rakyat seperti banshee sudah ada sejak zaman dahulu. Sifatnya abadi dan asli dari lingkup kultur Gaelic Celtic termasuk Irlandia. Film Banshees of Inisherin sendiri mengangkat tema folklore Irlandia karena ingin menyinggung perang sipil Irlandia yang sekaligus memiliki selipan folklore banshee sebagai sosok yang menghampiri seseorang sebagai penanda datangnya ajal salah satu orang terdekat mereka. Cerita rakyat inilah yang sejak lama penduduk Irlandia percaya dan mereka ajarkan secara turun-temurun hingga menjadi bagian dari budaya kelompoknya.

Sebagai budaya yang kental dengan Irlandia, folklore atau cerita rakyat semacam ini rupanya bukan hanya menjadi budaya ‘asli’ Irlandia, melainkan juga sebuah alat untuk melawan hegemoni kultural kolonial Inggris. Seperti yang terjadi pada masa pendudukan Inggris di wilayah Irlandia selama berabad-abad, terutama pada pertengahan abad 19 ketika terjadi kelaparan massal, emigrasi, dan juga kematian yang jumlahnya terlalu mengkhawatirkan. Muncul pemikiran bahwa kebudayaan dan bahasa Irlandia akan musnah seiring dengan habisnya populasi di wilayahnya, pilihan penduduk saat itu hanyalah mati atau emigrasi. Belum lagi ketika masyarakat Irlandia difokuskan untuk mengikuti industrialisasi Inggris yang menggantikan cara berkehidupan tradisional Irlandia. Nampak sekali bahwa kolonial Inggris berusaha menciptakan hegemoni kultural dengan menghapus banyak aspek budaya Irlandia, termasuk bahasa, agama, dan cerita rakyat karena anggapan bahwa budaya tersebut adalah budaya orang tradisional, sementara Inggris saat itu telah maju dengan industrialisasinya.

Pada masa itu, Inggris benar benar diuntungkan, terlebih setelah ditemukannya mesin cetak. Produksi surat kabar secara masif hanya menguntungkan daerah yang berbahasa Inggris sehari-harinya. Belum lagi  sekolah di wilayah Irlandia dibangun dengan sistem yang pembelajarannya menggunakan bahasa Inggris serta melarang muridnya untuk menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini memaksa orang tua untuk ikut campur menyuruh anaknya berbahasa Inggris juga agar masuk ke dalam golongan orang “modern” Anglo-Saxon. Kemudian ditambah dengan kedatangan masa kelaparan massal yang telah mengancam eksistensi bahasa dan budaya penduduk Irlandia.

Budaya sebagai Alat Melawan Hegemoni Kultural Inggris

Berangkat dari kesadaran ini, kemudian cerita rakyat Irlandia bukan hanya menjadi sebuah budaya asli, melainkan alat penduduk Irlandia dalam melawan pihak yang memiliki kuasa, yakni, kolonial Inggris beserta opresinya terhadap budaya penduduk. Dimulai setelah berbagai penolakan publik internasional terhadap eksistensi Irlandia, melalui kebudayaan, orang orang seperti Edward Bunting dan Thomas Davis mencoba menghidupkan kembali budaya penduduk Irlandia melalui musik. Perlahan bahasa Irlandia mulai diperhatikan juga kebangkitannya, meski terbilang lama karena adanya sistem kelas pada masa itu. Hingga puncaknya melalui surat kabar yang dipimpin Pádraig Pearse, perlahan mulai membela budaya penduduk Irlandia, ditetapkannya hari besar Irlandia, hingga proses pembentukan sastra melalui takhayul atau cerita rakyat.

Dari sana, Irlandia mulai mendapatkan rekognisinya dengan perlahan mendekolonisasi Inggris hingga akhirnya merdeka. Bahasa Irlandia secara akademis ditetapkan sebagai sebuah kewajiban di sekolah-sekolah, bahasa Irlandia juga menjadi bahasa utama negara saat itu menggeser bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dan secara praktik kesehariannya, cerita rakyat menjadi salah satu aspek dalam budaya dan bahasa Irlandia yang ikut mengambil porsi besar dalam persebaran dan kebangkitannya. Pada masa itu, cerita rakyat menjadi budaya populer penduduk Irlandia, termasuk folklore banshee yang dapat dikatakan sebagai salah satu penyintas perjuangan penduduk Irlandia yang dibawakan pahlawan Irlandia dalam menghadapi hegemoni kultural Inggris. Pada masa itu, cerita rakyat berhasil menjadi identitas nasional Irlandia meskipun tak semua orang akan setuju, terutama mereka yang menjadi bagian kolonial Inggris. Disinilah kemudian anggapan cerita rakyat sebagai bagian dari identitas nasional hanya berlaku bagi sisi penduduk Irlandia itu sendiri karena menurut Inggris, penduduk Irlandia menolak untuk mengikuti dunia ‘modern’ saat itu. Jika pada masa itu para pahlawan dan jurnalis Irlandia gagal menghidupkan kembali kebudayaan leluhur mereka atau memilih untuk tunduk pada kolonisasi Inggris, anggapan cerita rakyat sebagai identitas nasional Irlandia-pun tidak akan pernah ada dan sirna dari buku sejarah.

Singkatnya, selain menjadi alat perlawanan dominasi, cerita rakyat Irlandia juga menjadi budaya murni yang dianut oleh suatu kelompok dalam pandangan esensialis (study of culture). Cerita rakyat ini juga mengisi kepercayaan kelompok dan mempengaruhi cara hidup mereka. Hal ini dapat dilihat ketika ditemukan seorang wanita yang meninggal misterius. Pada masa itu,  wanita yang biasanya dikait-kaitkan dengan mitologi penyihir atau hal ghaib kemudian akan dibakar karena masyarakat beranggapan bahwa wanita itu telah dirasuki oleh sosok lain dan menderita karena sakit ‘ill’. Sementara dalam pandangan anti-esensialis (cultural studies) menganggap bahwa cerita rakyat Irlandia –yang pada sejarahnya ingin dihapuskan kolonial Inggris karena dianggap tidak modern, malah menjadi bagian dari sebuah counter hegemony bagi upaya ‘industrialisasi’ Inggris terhadap Irlandia. Dengan kelaparan massal sebagai sebuah peristiwa yang mengancam eksistensi budaya Irlandia, para jurnalis dan pahlawan setempat berhasil menghidupkan kembali budaya dan bahasa Irlandia yang tersisa sekaligus melawan kolonisasi Inggris tersebut. Hal ini menguatkan anggapan bahwa budaya seperti cerita rakyat –termasuk banshee bukan hanya sekedar takhayul di Inisherin–pulau Irlandia, melainkan, budaya juga dapat digunakan untuk melawan dominasi.

(Visited 54 times, 1 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya tahun 2021. Sekarang aktif sebagai Anggota Divisi Sastra LPM Perspektif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?