Lompat ke konten

Napak Tilas Labilnya Kebijakan Konversi MMD

Aksi aliansi mahasiswa jingga mengenai MMD di depan Gedung C FISIP UB (PERSPEKTIF/Romi)

Malang, PERSPEKTIFMahasiswa Membangun Desa (MMD) Universitas Brawijaya (UB) merupakan sebuah program anyar tahun 2023 yang diinisiasi oleh Rektorat UB bersama dengan forum Wakil Dekan I. MMD UB 2023 menargetkan seribu desa binaan di Provinsi Jawa Timur dengan menurunkan kurang lebih 14 ribu mahasiswanya sebagai peserta dalam program ambisius ini. Angkatan 2021 diwajibkan mengikuti MMD dengan dalih mengintegrasikan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di seluruh fakultas UB.

Namun, sebuah problematika kemudian muncul seiring berjalannya waktu. Terdapat beberapa fakultas di UB yang sebelumnya tidak mewajibkan KKN, sehingga mahasiswanya menjadi kebingungan dengan adanya kebijakan baru ini. Misalnya, pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), mata kuliah wajib Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dapat dikonversi melalui program magang berbasis kinerja, KKN, dan juga Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). 

“FISIP kurikulumnya berbicara kita tidak pengabdian di desa, sehingga peliknya masalah ini menyentuh secara menyeluruh. Kawan-kawan dari FISIP mengalami shock culture yang sebelumnya magang, hari ini mereka diwajibkan untuk mengikuti program sentralistik,” ujar Satria Naufal, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP dalam acara Sosialisasi MMD di Gedung Widyaloka pada Kamis (13/4) lalu. 

Menjawab permasalahan ini, Imam Santoso, Wakil Rektor (WR) I Bidang Akademik UB menyatakan PKM adalah mata kuliah wajib sehingga tidak bisa dikonversi oleh program yang tidak setara. “IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards, red) tidak bisa mengganti. Magang tidak bisa mengganti sekarang,” tuturnya di acara yang sama. 

Pernyataan Imam sangat kontras dengan kebijakan FISIP yang pada semester genap 2023 pun, masih mengkonversi mata kuliah PKM dengan program MBKM dan magang berbasis kinerja. Padahal menurut Imam, UB tidak lagi menerapkan kebijakan bahwa setiap fakultas boleh memilih antara Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Pelatihan Kerja Lapangan (PKL). Ia menyandarkan pendapatnya pada Peraturan Rektor (Pertor) Nomor 64 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020, bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat wajib diambil oleh mahasiswa. 

Imam menambahkan, selain MMD, mahasiswa dapat melakukan konversi terhadap PKM lewat program pengabdian yang didesain oleh pihak Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan yang mempunyai tahap supervisi, penilaian, dan jangka waktu yang setara. Hal ini menunjukan jika konversi mata kuliah PKM hanya dapat dilakukan oleh program KKN layaknya MMD. 

“Nanti saya akan sampaikan kepada Pak Faisal, Wakil Dekan I anda (FISIP, red). Jadi seperti itu, pengabdian masyarakat hanya bisa di-rekognisi dengan aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang setara karena ada kompetensi mata kuliah yang harus dicapai,” tambah Imam.

Dualisme kebijakan konversi mata kuliah PKM antara pihak universitas dan FISIP menyebabkan kebingungan di kalangan mahasiswa. Apalagi, BEM FISIP sebelumnya telah melakukan pendataan sebanyak 216 fungsionaris Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di FISIP yang ingin mengajukan pengunduran diri dari program MMD. Mengingat, mahasiswa FISIP masih menganggap jika konversi mata kuliah PKM dapat diganti dengan magang dan MBKM.

Pengunduran Diri dan Kebijakan FISIP yang Tiba-Tiba Berubah

Aksi menyampaikan tuntutannya kepada pihak dekanat FISIP UB (PERSPEKTIF/Romi)

Selepas acara sosialisasi di Gedung Widyaloka UB tersebut, pada Jumat (21/4) BEM FISIP mengumumkan bahwa permohonan pengunduran diri fungsionaris Ormawa FISIP telah diterima. Ini menyebabkan 216 mahasiswa FISIP yang telah didata sebelumnya, tak lagi tercantum dalam daftar peserta MMD UB 2023. Perihal dualisme kebijakan konversi PKM, dikatakan bahwa belum ada keputusan resmi dari pihak fakultas sehingga mahasiswa FISIP masih bisa mengkonversinya dengan program magang dan MBKM. 

BEM FISIP juga menginformasikan, untuk mahasiswa yang masih ingin mengikuti program pengabdian, pihak dekanat telah mengajak mereka untuk menyusun program pengabdian bagi mahasiswa FISIP yang tidak mengikuti MMD. Rencananya, pada tanggal 4 Mei 2023, setelah libur lebaran, pembahasan tersebut akan dilaksanakan. 

“Komunikasi tersebut (Pengabdian FISIP, red) sudah kami tempuh bahkan dari jauh-jauh hari sebelum libur lebaran bersama pihak dekanat dan mereka dengan terbuka  mengkomunikasikan hal itu (Pengabdian FISIP, red),” jelas Satria, Presiden BEM FISIP saat ditemui Tim Perspektif (1/6).

Namun, setelah tanggal 4 Mei 2023, tak ada kabar apa-apa mengenai program pengabdian internal FISIP tersebut. Malah, FISIP kemudian merubah kebijakannya sendiri yang sebelumnya mata kuliah PKM dapat dikonversi dengan magang dan MBKM, pada tahun 2023 ini tidak lagi berlaku bagi mahasiswa angkatan 2021.

Arief Budi Nugroho, Staf Wakil Dekan I Bagian Akademik FISIP dalam acara “Hearing Dekanat dan Kita (Hirarki) Vol 1” pada Sabtu (13/5) lalu, menyatakan sudah ada instruksi dari pihak universitas bahwa mata kuliah PKM harus dikonversi dengan program yang bersifat pengabdian kepada masyarakat seperti MMD. Sedangkan magang, hanya dapat mengkonversi mata kuliah pilihan Praktek Kerja Nyata (PKN) dengan bobot tiga Sistem Kredit Semester (SKS). 

“Saya sudah diskusi dengan Pak Heru (Kepala Sub Bagian Akademik FISIP, red). Kami sepakat karena ada MMD, maka program ini merupakan komponen utama PKM. Jadi, tidak bisa diubah dengan magang. Kecuali tadi, angkatan di bawah 2021 (2020 dan seterusnya, red) itu masih boleh karena belum ada instruksi dari universitas,” jelas Arief.

Ia lalu menambahkan, untuk program MBKM, jika sebelumnya 20 SKS-nya bisa memasukan empat SKS mata kuliah PKM, maka di semester depan tidak bisa. Hal ini membuat program MBKM kedepannya hanya berbobot 16 SKS. Namun, untuk beberapa jenis MBKM yang bersifat pengabdian masyarakat, kata Arief, masih bisa mengkonversi PKM. 

Meskipun begitu, dalam audiensi yang dilakukan oleh BEM kepada Bagian Akademik FISIP, mahasiswa yang mengikuti MBKM pengabdian masyarakat, tetap diwajibkan mendaftar MMD tahun berikutnya lagi. 

Akibat kebijakan yang berubah ini, 216 mahasiswa FISIP yang telah mengundurkan diri, ramai-ramai melakukan pengaktifan kembali statusnya sebagai peserta MMD. Banyak mahasiswa, khususnya pihak Ormawa FISIP yang menyayangkan kebijakan kampus yang labil dan berubah-ubah. 

“Bisa dibilang cukup disayangkan, bagaimana dari pusat (universitas, red) bisa membuat kebijakan yang merugikan banyak orang. Dari teman-teman yang telah pamit (mengundurkan diri, red) dari kelompok MMD-nya, tapi harus daftar lagi dan menanggung malu,” ujar Sekar Putri Az Zahra, Ketua Himpunan Mahasiswa Psikologi (Himapsi) FISIP UB kepada Tim Perspektif (1/6). 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Satria, “Perihal itu (berubahnya kebijakan, red) jelas merasa kecewa karena hal tersebut didasari oleh kebijakan yang inkonsisten.” 

Satu Bulan Sebelum Pelaksanaan, Narasi Konversi Berubah Lagi

Wakil Dekan I menyampaikan klarifikasi mengenai MMD FISIP tidak lagi wajib (PERSPEKTIF/Romi)

Satu bulan sebelum pelaksanaan kegiatan MMD, tepatnya pada tanggal 31 Mei 2023, Aliansi Mahasiswa Jingga mengadakan aksi yang bertajuk “Mahasiswa Membangun 1.000 Desa Tidak Ada Solusi: Dekanat Ingkar Janji” di depan Gedung C FISIP UB. Mereka menyampaikan tuntutan kepada pihak Dekanat FISIP yang dinilai bungkam terhadap keresahan yang dirasakan mahasiswa mengenai pelaksanaan program MMD.

Wakil Dekan I FISIP UB, M. Faishal Aminuddin menemui massa aksi dan memberikan informasi bahwa program MMD tidak lagi bersifat wajib. “Kemarin kita sudah klarifikasi ke Wakil Rektor I karena MMD ini adalah program dari universitas, bukan program dari fakultas. Kami sudah menyampaikan terkait beberapa hal terkait yang pertama, apakah MMD ini wajib atau tidak. Ternyata sekarang menjadi tidak wajib. Dan nanti akan ada surat dari rektorat, yang akan memastikan soal itu,” ucapnya.

Mengenai konversi mata kuliah PKM yang wajib melalui MMD, Faishal mengatakan diserahkan kepada setiap fakultas dengan syarat yang akan didiskusikan dengan program studi masing-masing. “Kita akan sampaikan paling lambat tiga hari setelah hari ini karena kami membutuhkan waktu untuk melakukan rapat dengan program studi,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Satria sebagai Presiden BEM FISIP menyarankan agar mahasiswa tidak terlalu berharap mengenai kejelasan program MMD. “Kita melihat kejadian-kejadian yang telah terjadi, banyak inkonsistensi kebijakan. Hari ini berbicara A, kemudian besok berbicara B, dan sebagai macamnya,” ujarnya. Satria lalu mengharapkan agar terdapat kejelasan mengenai konversi mata kuliah PKM. Ia kukuh mementa agar PKM bisa kembali dikonversi dengan magang dan MBKM. 

Sedangkan Sekar selaku Ketua Himapsi FISIP UB menyatakan hasil dari aksi tersebut tidak menguntungkan semua angkatan 2021, tetapi hanya beberapa pihak saja. “Kenapa dia (kampus, red) tidak bilang dari awal sebelum kita daftar ulang? Jadi sebenarnya kita juga bingung. Pernyataan Pak Faisal ini tidak membantu juga dan hanya membantu beberapa orang,” tuturnya. 

Sekar lalu meminta agar fakultas lebih mendengarkan pihak mahasiswa, meskipun program MMD berasal dari universitas. Ia menyatakan masih skeptis dengan segala narasi yang nanti muncul mengenai program MMD, seperti jika ada pengunduran diri kembali. Hal tersebut dikarenakan kebijakan konversi PKM lewat MMD yang terus berubah-ubah. “Ya sudah kita masih jalani saja (MMD, red), meskipun kita terseok-seok begitu,” pungkasnya. (sdf/nt/gra)

(Visited 330 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?