Durasi: 1 Jam 44 Menit
Distributor: Universal Pictures
Tanggal rilis: 24 Februari 2017
Sutradara: Jordan Peele
Pemeran: Daniel Kaluuya, Allison Williams, Bradley Whitford, Catherine Keener, Marcus Henderson
Pernahkah kalian mendengar istilah “Black guy always die first” yang menandakan kalau karakter hitam pada film horror umumnya mati pertama? Melalui film “Get Out” inilah istilah tersebut dipatahkan secara rapi.
Film ini disutradarai oleh Jordan Peele, seorang komedian yang wajah dan leluconnya sering kita lihat melalui Comedy Central. Tak disangka-sangka ia dapat menciptakan salah satu film terkeren yang mengkritik rasisme secara habis-habisan. Dengan menggandeng Daniel Kaluuya, film ini berhasil membuat penontonnya merinding sekaligus ketakutan melalui akting apiknya. Bahkan tak banyak yang menyebutkan bahwa mereka benar-benar dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pemeran utama melalui akting Kaluuya.
Genre Horor-Thriller, Hilangkan Kekecewaan Kelompok Kulit Hitam
Berawal dengan kejengkelannya melihat film “The Amityville Horror”, Peele merasa apabila pemeran utama dalam film tersebut merupakan orang kulit hitam, mereka akan keluar dari rumah seram itu secepat mungkin. Ia juga merasa bahwa tindakan bodoh membiarkan keluarganya tinggal di tempat yang terus-terusan menghantui mereka merupakan sebuah template dalam film horor barat.
Oleh karenanya ia ingin membuang jauh-jauh template tersebut dengan menciptakan film horor-thriller yang tak hanya dapat dinikmati oleh orang-orang kulit hitam, namun juga mempresentasikannya. Peele ingin menghilangkan kekecewaan kelompok kulit hitam karena menonton film horor barat yang mengikuti template, sekaligus membalas dendam kepada kejengkelannya sendiri.
Tak seperti film horror-thriller pada umumnya yang menggunakan makhluk halus dan juga pembunuh berantai bersenjata penuh karat sebagai musuh utama, film ini menjadikan kewaspadaan Chris Wellington yang diperankan oleh Daniel Kaluuya sebagai titik tekan. Saya sendiri pun tak percaya bahwa film ini dapat dengan mudahnya memainkan psikis para penonton tanpa membawa sosok seram dan mengagetkan.
Just Because You’re Invited, Doesn’t Mean You’re Welcome.
Peele ingin menekankan melalui tagline filmnya ini, bahwa di dunia yang keji ini akan selalu ada orang jahat yang tak segan menyakiti kalian. Dari film ini, kita mengetahui kalau seseorang dapat memanipulasi keadaan demi mensukseskan kejahatan. Mereka akan tetap mengusahakan itikad buruknya itu meskipun mengharuskannya untuk bersikap ramah di awal.
Kisah bermula ketika Chris yang merupakan orang berkulit hitam diajak menginap ke rumah pacarnya, Rose, seorang wanita kulit putih yang tinggal bersama keluarganya di daerah sub urban. Chris disambut hangat oleh keluarga Chris yang beranggotakan Ayah, Ibu, dan dua asisten berkulit hitam mereka. Walaupun kedua asisten tersebut berkulit hitam, Chris merasakan sesuatu yang janggal, sesuatu yang tak terungkapkan oleh mata kedua asisten tersebut. Gerak-gerik mereka yang janggal juga menambah beban pikiran Chris.
Di sinilah letak perbedaan film ini dari film horor lain pada umumnya, persis seperti yang Peele katakan. Chris mengetahui sesuatu sedang tidak baik-baik saja untuknya dan ia mencoba untuk menghindari hal tersebut. Berbeda dengan Peggy dari “The Conjuring 2” yang membiarkan keluarganya menetap di rumah yang jelas tak baik-baik saja.
Dekonstruksi Rasisme Besar-besaran
Rasisme sendiri merupakan upaya diskriminasi terhadap orang maupun kelompok karena ciri fisik atau ras tertentu. Tindakannya dapat berupa melontarkan candaan atau melecehkan secara verbal, hingga yang lebih parah melakukan tindakan agresif kepada mereka. Penyebabnya cukup beragam, namun satu yang hendak ditonjolkan pada film ini adalah adanya keinginan untuk merasa superior, keinginan yang menganggap bahwa suatu ras lebih hebat dari ras yang lain. Hebatnya, Peele dapat menggabungkan keseluruhan isu rasisme Amerika yang kompleks dengan ciamik menjadi cerita yang menakutkan sekaligus mengganggu pikiran.
Terdapat adegan ketika Chris tenggelam ke sebuah ruangan gelap, sangat gelap hingga tak terlihat apa-apa kecuali Chris yang sedang menitihkan air mata melihat tubuhnya secara sadar namun tak dapat bertindak sedikitpun. Adegan tersebut secara metafora menggambarkan bagaimana selama ini orang kulit hitam melewati hari mereka seolah tindakan rasis di sekitarnya merupakan hal yang tak ada masalah bagi mereka. Chris yang berada dalam ruangan gelap tersebut juga menggambarkan bagaimana selama ini orang kulit hitam dapat ketakutan melihat film horor tanpa merasakan sedikitpun representasi di dalamnya.
Terdapat berbagai adegan lain dalam film ini yang menunjukkan bagaimana kuatnya rasa superior dari salah satu komunitas ras kulit putih pacar Chris yang mungkin tidak dapat diceritakan dalam ulasan ini. Tanpa mengeluarkan sedikitpun pernyataan, film Get Out secara estetik membongkar satu persatu pemikiran pemikiran rasis ini yang sebaiknya teman-teman semua segera coba untuk tonton.
Secara keseluruhan film ini secara terstruktur mendiskriminasi diskriminasi film horor-thriller kulit putih yang dampaknya nyata dirasakan oleh penonton kulit hitam mereka. Jordan Peele mampu menakuti penonton melalui anxiety yang dirasakan Chris sebagai dampak dari tindakan rasis keluarga Rose beserta kelompok orang kaya kulit putihnya.
Film ini menunjukkan secara terang-terangan bahwa dengan adanya prasangka terhadap suatu ras, sebuah kelompok tak segan untuk berlomba-lomba mewujudkan keinginan mereka dengan mengorbankan ras lain demi ‘hidup yang lebih baik’ katanya. Dengan keberhasilannya ini, Peele melanjutkan dunia perfilmannya. Saya merekomendasikan pembaca untuk menonton film Peele “Get Out” yang ketiganya menyuguhkan sudut pandang baru nan unik wajib dicoba.