Lompat ke konten

Warga Pakel Belum Mendapatkan Hak Atas Tanahnya

Sesi pemaparan diskusi oleh pemateri (PERSPEKTIF/Ilham)

Malang, PERSPEKTIF – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melaksanakan webinar bertajuk “Rukun Tani Pakel Merebut Kembali Ruang Hidup di Banyuwangi” secara virtual zoom meeting pada Kamis (25/5). Sesi diskusi ini menghadirkan narasumber Wahyu Eka selaku Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, Taufiqurochim sebagai perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, serta Rita Padawangi  dari Singapore University of Social  Sciences (SUSS). 

Diskusi diawali dengan perincian informasi mengenai Desa Pakel. Secara administratif,  luas Desa Pakel sekitar 1.309,7 hektar dengan penduduk kurang lebih 2.760 jiwa. Sedangkan untuk informasi pekerjaan utama warga Pakel, tidak ada data secara spesifik yang terkumpul, terutama untuk sensus tahun 2019 hingga 2022. 

Wahyu mengatakan bahwa berdasarkan informasi data administratif tersebut, ketimpangan telah mengonfigurasi keadaan Pakel yang eksis hari ini melalui sejarah panjang. Dari total luas lahan Desa Pakel 1.309,7 hektar, warga desa hanya berhak mengelola lahan kurang lebih  seluas 321,6 hektar.

Setelah ada proses telaah penguasaan lahan di Pakel melalui overlay peta kawasan. Penguasaan lahan tersebut jika dirinci, terdapat Hak Guna Usaha (HGU) Perseroan Terbatas (PT) Bumi Sari seluas 271,6 hektar, serta ada 716,5 hektar yang dikuasai oleh Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banyuwangi Barat. 

“Dengan penduduk 2.760 jiwa dengan lahan hampir mayoritas dikuasai pihak lain, lalu apa yang dapat diusahakan secara mandiri oleh warga Pakel? Sehingga telaah ini mengunci pada catatan saya pada pendahuluan. Mengapa jumlah pekerja utama di Pakel jumlahnya tidak ada separuh total penduduk keseluruhan? Serta mengapa jumlah lahan pertanian pangan serta produktivitasnya yang sangat rendah  dibandingkan desa lain di Kecamatan Licin?” ungkap Wahyu 

Ketimpangan agraria inilah yang menjadi salah satu faktor atau boleh dikatakan akar dari munculnya  konflik agraria di Pakel. Merujuk pada pemikiran Gunawan Wiradi (2009:44), akar  konflik agraria adalah; Ketimpangan dalam hal struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah;  Ketimpangan dalam hal “peruntukan” tanah; dan Incompatibility dalam hal persepsi dan konsepsi  mengenai agraria. Atau dalam hal ini dapat dibaca sebagai ketimpangan penguasaan lahan,  ketidaksesuaian penguasaan dengan realitas dan ketidaksesuaian kebijakan yang dibayangkan di level  nasional dengan kondisi di pedesaan. 

Wahyu pun menyampaikan bahwa praktik yang terjadi di Pakel lebih merujuk ke konflik agraria yang diakibatkan ketimpangan agraria dan bukan sekadar konflik masyarakat Pakel dan perusahaan. Hal ini mengakibatkan warga tidak mendapatkan hak atas tanah, warga yang sebagian besar menjadi pekerja perkebunan, buruh perkebunan, buruh tani, atau pekerja diluar wilayah pakel.  

“729,5 hektare adalah lahan yang dikuasai atau dipilih sebagai wilayah hutan oleh buruh tani negara diberikan kepada perhutanan. Sementara 318 hektare nya adalah lahan desa pakel. Serta 257 hektare sisanya yang dicaplok oleh HGU. Ada penduduk desa pakel sekitar 2500-3000an, masyarakat pakel hanya  mendapat petak-petak kecil bagian,” jelasnya 

Taufiqurochim mengungkapkan bahwa pada tahun 2021, sudah pernah terjadi pelaporan tentang masalah kerusakan barang atau benda benda milik warga kepada PT Bumi Sari seperti  tanaman dan pupuk-pupuk perkebunan yang dirusak. Namun, belum ada hasil karena laporan warga ditolak. 

“Ini dapat diartikan bahwa dalam proses penegakan hukum ada penerapan standar ganda yang  diterapkan. Warga merasa ada keberpihakan Hak Penguasaan Hutan (HPH) kepada PT Bumi Sari  karena mereka sebagai pemilik modal. Ketika warga menginginkan keadilan di satu tingkat penyidikan  bahkan penyidikan belum sampai ke pengadilan, laporannya ditolak,” ujarnya 

Diskusi tersebut kemudian disimpulkan dengan harapan pemerintah akan berpihak pada masyarakat marjinal. Masyarakat Pakel terus memperjuangkan keadilan dari negara untuk memberikan hak secara utuh pada warga Pakel dalam mengelola lahan mereka, memberikan jaminan kelola, akses produksi dan pasar serta menjamin keberlanjutannya. (im/cns)

(Visited 400 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?