Malang, PERSPEKTIF – Kuliah kerja nyata (KKN) Universitas Brawijaya (UB) menargetkan 1000 desa di Jawa Timur. Program KKN tahun ini kemudian disebut Mahasiswa Membangun Desa (MMD). Sujarwo, Ketua Pelaksana dari program MMD 2023 mengatakan pengelolaan pendanaan MMD 2023 adalah Peraturan Rektor (Pertor) No. 42 tahun 2022 tentang Tarif Layanan Pendidikan sehingga KKN dan tugas akhir tidak ditanggung dalam Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Yang akan dibantu universitas itu, asuransi, transportasi berangkat dan penarikan serta Rp 2 juta untuk support program. Kegiatan MMD tidak untuk membangun secara fisik. Sasaran pendampingan dan penguatan di BUMDES (Badan Usaha Milik Desa, red), posyandu, kelompok tani, UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah, red), sekolah, pemerintahan desa dalam perencanaan, dan lain-lain. Serta program-program lain diskusi dengan dosen pembimbing lapangan,” terangnya (10/4).
Kemudian, Rafly Rayhan selaku Ketua Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) mengatakan kebutuhan di setiap desa itu pasti berbeda-beda ada dari yang kompleks hingga sederhana. Sehingga yang paling mendasar perlu ditanyakan adalah persoalan di desa seperti apa sehingga kita harus melakukan pengabdian.
“Terkait pendanaan Rp 2 juta itu sebetulnya pro kontra, artinya di satu sisi beberapa kegiatan KKN di tahun-tahun sebelumnya dengan angka Rp 2 juta di beberapa fakultas itu ideal, atau mungkin itu hal yang biasa nominal segitu ya memang segitu dari tahun ke tahun. Tetapi di beberapa fakultas lain juga ada yang bisa lebih dari Rp 2 juta,” jelas Ketua EM mengenai pendanaan MMD.
Mengenai masalah tersebut, Faiza Kulaturaini, Mahasiswa Statistika angkatan 2021 merasa keberatan dengan nominal Rp 2 juta untuk mencukupi kebutuhan 14 individu. Hal ini mengakibatkan ia sebagai bendahara perlu untuk menerapkan pembayaran kas dalam kelompoknya.
“Kalau menurut aku, tidak cukup kalau buat 2 juta, untuk individu yang 14 orang itu jauh banget 2 juta. Tapi kalau emang, dia (MMD, red) kan tingkat universitas, kelompoknya juga seribu lebih, jadi wajar-wajar saja, jadi kita tidak minta banyak dari universitas. Cuma, yang cover mungkin bendahara yang minta (kas, red),” tuturnya.
Serupa, Aisyah Ninda. Mahasiswa Psikologi angkatan 2021 juga berpendapat bahwa dengan dana tersebut kurang cukup untuk mewujudkan target yang maksimal dan sesuai dengan ketentuan. Selain itu, biaya makan dan tempat tinggal yang harus disiasati masing-masing individu agak sulit untuk mengaturnya.
“Regulasi serta target yang ingin dicapai dari program MMD sendiri bisa lebih jelas dan sesuai dengan desa yang ingin dikembangkan. Harapannya program ini dapat terlaksana dengan baik dan tidak terkesan buru-buru dan seadanya saja, pihak kampus juga bisa mengevaluasi lagi kebijakan kebijakan yang dikeluarkan agar tidak memberatkan salah satu sisi saja,” kata Aisyah menutup wawancara (10/4). (nka/gl/los)