Lompat ke konten

Badan Usaha Kesehatan Masih Defisit, UB Lakukan Pinjaman ke Jerman

Rumah Sakit Universitas Brawijaya (PERSPEKTIF/Khansa)

Malang, PERSPEKTIF Badan Usaha Kesehatan (BUKes) Universitas Brawijaya (UB) masih defisit pada tahun lalu. Maka untuk menangani hal tersebut, UB melakukan pinjaman ke Jerman sebagai solusi guna mengupayakan surplus.

Melalui pesan teks, Direktur Utama Badan Pengelola Usaha (BPU) UB, Sihabudin menyebutkan bahwa lembaga yang bersifat nirlaba, biaya operasional yang tinggi, dan belum terlengkapinya peralatan kesehatan menjadi penyebab terjadinya defisit pada BUKes UB. 

“Ada beberapa alat perlengkapan RS (rumah sakit, red) yang belum dimiliki, sehingga kasus tertentu harus dirujuk ke RS lain, yang berarti mengurangi pendapatan. Padahal jika peralatan lengkap akan bisa menangani semua kasus (penyakit, red) yang berdampak meningkatnya pendapatan,” tuturnya. 

Untuk menutup defisit tersebut, Sihabudin menyampaikan bahwa solusi nya adalah melengkapi peralatan kesehatan dengan melakukan pinjaman ke Jerman yang saat ini sedang diproses. 

“Jalan keluarnya melengkapi peralatan, yang saat ini dalam proses turunnya loan (pinjaman, red) dari Jerman, yang insya Allah dalam waktu dekat peralatan akan lebih lengkap lagi. Harapannya penghasilan akan meningkat, sehingga menjadi surplus,” jelasnya pada Tim Perspektif (15/3). 

Kabar mengenai pinjaman ke Jerman ini kemudian dibenarkan juga oleh Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RSUB), Endah Setyowati. 

“Terkait loan, ya betul memang itu benar. Jadi kita, artinya UB itu mendapatkan loan yang memang dialokasikan untuk RSUB dan RSGM (rumah sakit gigi dan mulut, red),” tuturnya pada Tim Perspektif (17/3).

Ia menambahkan pinjaman nantinya akan dikelola oleh bagian Project Management Unit (PMU) UB. (saf/prd/cns)

(Visited 208 times, 1 visits today)

1 tanggapan pada “Badan Usaha Kesehatan Masih Defisit, UB Lakukan Pinjaman ke Jerman”

  1. Aku suka sejujurnya. Tapi yang membuat aku sedikit kurang sreg atau masih ada pertanyaan, bagaimana bisa reporter itu hanya memberitakan hal sepenting ini dengan hanya menonjolkan unsur “what.” Padahal ‘kenapa kok bisa difisit’, ‘seberapa besar difisitnya, siapa yang lalai atau salah, data2ny apa saja’ itu masih bisa digali. Jadi straight news ini akan menimbulkan pertanyaan publik yang belum selesai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?