Lompat ke konten

Rentetan Konflik Agraria Pakel Banyuwangi, Klaim Hak Atas Tanah Hingga Penangkapan

Sesi Media Briefing sebagai Bentuk Dukungan dan Solidaritas terhadap Warga Pakel

Malang, PERSPEKTIF – Sejak terjadinya penangkapan 3 orang dari Desa Pakel, Banyuwangi pada (3/2) lalu oleh kepolisian atas tuduhan penyebaran berita bohong.  Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) turut mengadakan media briefing dengan tema “Lawan Kriminalisasi Pejuang Agraria Berdalih Berita Bohong” yang dilaksanakan pada (15/2) dan menghadirkan perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur (JATIM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, hingga perwakilan warga Pakel.  

Dalam forum menghadirkan Wahyu Eka Setyawan menceritakan bagaimana persoalan di Desa Pakel merupakan persoalan yang cukup panjang, sebagai salah satu konflik agraria yang memang disebabkan oleh ketimpangan penguasaan lahan baik dari era kolonial, pasca 1965 bahkan era reformasi.

“Apa yang terjadi di sana adalah bentuk perjuangan warga yang ingin mendapat hak atas tanah. Karena di desa tersebut banyak yang tidak mempunyai tanah dan lahan yang sekarang direklaim oleh warga desa juga diklaim oleh Hak Guna Jasa (HGU) PT BUMISARI. Serta Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional  (ATR/BPN)  khususnya Wilayah Banyuwangi turut memperkeruh suasana karena HGU terbaru yang dikeluarkan berbeda dengan HGU yang lama dan tentu tidak melibatkan warga,” ujarnya. 

Wahyu juga sangat menyayangkan konflik agraria yang terjadi pada warga Pakel justru menimbulkan rentetan kriminalisasi selanjutnya yang tidak terselesaikan dan bertolak belakang dengan semangat reformasi agraria. 

Sementara itu, Jauhar Kurniawan dari LBH Surabaya juga menyebutkan terdapat kejanggalan pada surat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan penangkapan “trio Pakel” (Pak Warno, Pak Mul, Pak Untung, red) yang dinilai tidak jelas. 

“Warga dikagetkan dengan pengiriman SPDP disitu tertulis terlapornya adalah Abdillah, dkk tanpa menyebut nama dari “trio pakel”. Dalam suratnya penyidik Polda Jatim menyampaikan bahwasanya ada perkara yang dilaporkan terkait dengan penyebaran berita bohong yang menyebabkan keonaran, namun di dalam surat itu tidak mengurai peristiwa seperti apa yang dimaksud sebagai penyebaran berita bohong yang menyebabkan keonaran. Lalu kemudian sekitar 6 November itu datang surat panggilan sebagai saksi terhadap “trio Pakel” ini. Lagi-lagi penyidik tidak mengurai peristiwa pidana apa yang dimaksud. Surat panggilan pun dikirimkan melalui ekspedisi, tidak langsung dari petugas kepolisian,” katanya.

Turut membeberkan kronologi, Sri Mariyati selaku perwakilan warga Pakel dan anak dari salah satu orang yang ditangkap, mengatakan jika penangkapan tersebut dilakukan pada malam hari oleh beberapa orang tidak dikenal yang datang menghadang “trio Pakel”.

“Kami mencoba tanya ke Polres Banyuwangi dengan keluarga ketiga orang yang ditangkap tersebut untuk memastikan…sampai di polres jawaban dari pihak polres tidak ada penangkapan, hal ini membuat kita bingung malam itu, kita menganggapnya seperti penculikan karena kita nggak tahu siapa yang bawa karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan,” jelasnya. 

Sri kembali menuturkan berdasarkan dari keterangan Hariri,” sopir yang ikut mengantar trio pakel” saat penangkapan ketika keluarga datang ke Polres Banyuwangi kebingungan dan khawatir dengan tiga orang yang ditangkap tersebut serta menyayangkan aparat kepolisian yang berbohong. 

Sasmito dari AJI Indonesia mengungkapkan Penangkapan “trio Pakel” atas dalih penyebaran berita bohong ini menjadi satu bentuk kriminalitas dan kerap dijadikan label oleh aparat penegak hukum di Indonesia untuk masuk di ranah pidana. 

“Penanganan kabar bohong atau hoax ini perlu kita kritisi bersama-sama, apalagi seperti yang tadi disampaikan polisi cukup banyak salah melabeli berita hoax gitu ya. Jadi kalau mereka salah gitu mengidentifikasikan soal berita hoax terus kemudian dilanjutkan ke proses penyidikan, penetapan tersangka, dan sebagainya ini tentu sangat merugikan warga. Kedepannya saya pikir untuk penanganan berita hoax ini perlu ada standar HAM yang perlu dilakukan oleh kepolisian termasuk dalam hal identifikasinya,” katanya menutup forum.  

(rsa/yn/ los/uaep)

(Visited 185 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?