Lompat ke konten

Masyarakat Perlu Lebih Kritis dalam Mengawal Isu Pengesahan RKUHP

Diskusi Publik yang Dilaksanakan oleh Kementerian Kebijakan Wilayah dan Nasional EM UB

Malang, PERSPEKTIF – Kementerian Kebijakan Wilayah dan Nasional Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya (UB) melangsungkan acara Diskusi Publik “Menuju Pengesahan RKUHP: Meninjau Substansi dan Proses Perumusan Regulasi” secara virtual pada Sabtu (25/6). Kegiatan ini dilangsungkan menyusul dengan munculnya narasi pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akhir-akhir ini.

Diskusi publik turut mengundang Abdul Fickar Hadjar selaku Pakar Hukum Pidana dan Akademisi Indonesia, Feri Amsari selaku Pakar dan Aktivis Hukum Tata Negara Indonesia, Daniel Alexander Siagian selaku Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, dan Abdul Kholiq, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) Kerakyatan.

Pembahasan pertama dalam kegiatan ini mengenai muatan dan substansi RKUHP. Abdul Fickar menyebutkan RKUHP hanya mengubah dan menambahkan undang-undang hukum pidana lain yang belum diatur secara khusus pada KUHP peninggalan kolonial Belanda.

“Selama ini, kita menempatkan undang-undang yang di luar KUHP itu sebagai tindak pidana khusus, atau extraordinary crime. Maka, jika (hukum tindak pidana khusus, red) diadopsi masuk ke KUHP, dikhawatirkan akan menghilangkan sifat khususnya menjadi tindak pidana umum,” jelasnya.

Menurutnya, tindak pidana khusus akan lebih efektif apabila diatur dalam undang-undang khusus guna memaksimalkan kecepatan antisipasi, jika dibandingkan dalam KUHP yang memiliki banyak sekali pasal. 

Pembahasan berikutnya mengenai topik diskusi melalui perspektif lembaga swadaya masyarakat yang disampaikan oleh Daniel Alexander.

“Seperti yang kita tahu, RKUHP adalah semangatnya dekolonialisasi, yang artinya mencabut beberapa ketentuan pidana yang erat sekali dengan kolonialisasi,” ujarnya.

Ia kemudian menjelaskan berbagai elemen dalam RKUHP seperti transparansi, keterlibatan masyarakat, dan berbagai konsekuensi yang dinilai kurang tepat olehnya.

Pembahasan kemudian beralih mengenai tinjauan substansi dan perumusan regulasi melalui perspektif mahasiswa.

“Kondisinya, hari ini, isu RKUHP ini bukanlah isu politis, dalam artian memiliki kepentingan yang lebih besar,” ujar Abdul Kholiq.

Ia menyebutkan bahwa RKUHP memiliki tujuan mulia dibandingkan dengan RUU Omnibus Law yang menurutnya memiliki kepentingan oligarki. Adapun demikian, masih terdapat beberapa poin yang mempersulit gerakan mahasiswa serta adanya pasal ‘siluman’ yang dapat menjadi bahaya bagi masyarakat sipil.

Terakhir, pemateri berharap kepada masyarakat untuk lebih kritis dalam pengawalan isu RKUHP ini. (bob/fnh/uaep)

(Visited 99 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?