Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on telegram
Share on whatsapp

Tingkat Toleransi Dominan pada Tataran Sedang, Mahasiswa Tanggapi Hasil Riset UPT PKM UB

Wawancara bersama Destriana Saraswati selaku anggota Tim Riset Toleransi UPT PKM UB
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on telegram
Share on whatsapp

Malang, PERSPEKTIF – Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Kepribadian Mahasiswa Universitas Brawijaya (UPT PKM UB) memaparkan hasil riset mengenai tingkat toleransi mahasiswa pada 24 Mei lalu. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa UB memiliki tingkat toleransi pada tataran sedang sebanyak 85,64%, tinggi sebanyak 4,03%, dan rendah sebanyak 10,33% [pptx].

Angka toleransi mahasiswa UB yang mayoritas masih berada pada tataran sedang ini disebabkan oleh perkuliahan online yang sampai sekarang masih dilaksanakan sehingga mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan mahasiswa lain.

“Tapi ketika kita dihadapkan oleh ruang yang lebih luas, bertemu dengan orang atau dengan mahasiswa dengan lingkungan yang lebih beragam tentunya pemahaman kita tentang toleransi juga tentang keberagaman lebih luas begitu,” jelas Destriana Saraswati selaku anggota Tim Riset Toleransi UPT PKM UB  (18/6).

Menindaklanjuti hal tersebut, UB memiliki program yang dapat meminimalisir tindakan intoleransi. Misalnya dengan adanya Moral Camp, perkuliahan blended, serta adanya mata kuliah yang memberikan nilai-nilai toleransi. 

“Kita menawarkan yang namanya moral camp sudah kita inisiasi sejak 2017, kemudian kita juga menawarkan bagaimana meng-influence nilai nilai toleransi di dalam PK2MABA (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) secara lebih eksklusif,” tutur Destriana.

Ia lanjut berujar bahwa riset yang dilakukan UPT PKM tidak hanya untuk melihat tingkat toleransi mahasiswa terhadap isu agama, namun juga mengenai minoritas dalam isu gender, disabilitas, kesenjangan sosial, dan kesenjangan ekonomi. Riset ini diikuti oleh 397 mahasiswa dari 50.000 lebih total keseluruhan mahasiswa UB. 

Menanggapi hal ini, Siska Widayanti, mahasiswa Administrasi Bisnis 2019 berpendapat bahwa sikap intoleransi mahasiswa UB mungkin hanya sekedar candaan semata.

“Sejauh ini mungkin yang saya temui seperti candaan ya. Misalnya seperti menyanyikan lagu yang diplesetkan liriknya dengan kata-kata yang menjurus ke agama tertentu. Selebihnya tidak ada, justru yang saya temui adalah sikap toleransi seperti saling mengucapkan selamat pada hari raya keagamaan,” ujarnya (18/6).

Berbeda dengan Siska, Rikad Alam Al Parisi, mahasiswa Ilmu Politik tahun 2020 menyatakan bahwa temuan hasil riset ini dapat menjadi peringatan bagi semua mahasiswa di UB. 

“Tentunya sangat memprihatinkan dan tentunya hal ini menjadi warning buat kita semua, khususnya bagi lembaga pendidikan dan pemerintah, tentunya kita sebagai mahasiswa harus bisa menumbuhkan rasa toleransi untuk membentengi diri dari paham paham rasis dan radikal,” jelas Rikard (17/6).

Sementara itu, Mario Strada, mahasiswa Ilmu Politik 2020 berharap jika dari perangkat-perangkat kampus masih terkendala dalam melakukan berbagai program yang berupaya meningkatkan toleransi, maka organisasi mahasiswa sendiri harus turut serta melakukan hal tersebut.

“Perangkat-perangkat mahasiswa sendiri dari eksekutif BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) atau dari HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) itu bisa canangkan lagi terkait dialog antar agama juga terkait toleransi-toleransi dan inklusivitas di UB,” pungkasnya (18/6). (hal/uls/zs/dhs)

(Visited 123 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts