Lompat ke konten

Bisakah Pembangunan Ramah Lingkungan?

Ilustratror : Nur Chandra Ulfayah

Menurut Dissaynake, pembangunan sebagai sebuah proses menuju perubahan sosial yang mengarah ke kualitas hidup yang lebih baik dari seluruh ataupun mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan ataupun budaya/kultur lingkungan mereka dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini, serta membuat mereka menjadi penentu untuk tujuan mereka sendiri. Dari pengertian Dissaynake, terlihat bahwa pembangunan sejatinya untuk kesejahteraan bersama. Akan tetapi, sudah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan di Indonesia telah menyimpang dari esensinya memperhatikan kepentingan bersama.

Pesatnya pembangunan yang berlangsung di berbagai negara, berdampak negatif pada ekologi bumi yang menjadi tempat bernaung seluruh warga dunia. Pilihan pembangunan yang ekstraktif dan eksploitatif, ternyata mendorong dengan cepat kenaikan suhu planet bumi yang mencapai 1,5 derajat celsius pada 2018 berdasarkan catatan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Sebagai contoh, setiap tahun di negara kita diperkirakan terjadi penebangan hutan seluas 3.180.243 ha (atau seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini juga diikuti oleh punahnya flora dan fauna langka. Pada tahun 2005-2006 tercatat, telah terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana letusan  gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami. Bencana longsor dan banjir itu disebabkan oleh perusakan hutan dan pembangunan yang mengabaikan kondisi alam.

Peristiwa paling dekat dengan kita yang ramai diperbincangkan media adalah akibat kebakarn hutan dan lahan (karhutla) yang mengepung Pekanbaru, Siak, Kampar, dan beberapa wilayah lain di Provinsi Riau. Kabut asap yang hampir terjadi setiap kali musim kemarau ini diduga berupa kebakaran terencana yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang hobinya membakar hutan. Hal ini berimbas pada kesehatan warga. Salah satunya tingginya keluhan masalah pernapasan yakni Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, per Senin, 16 September 2019 sudah ada 16.372 orang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang ditangani tenaga kesehatan di sana. Hal ini tentu saja meresahkan bahwa terdapat balita, remaja dan pemuda-pemudi generasi penerus bangsa berada disana.

Bencana alam yang menimbulkan jumlah korban banyak ini terjadi karena praktik pembangunan yang dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana. Hal ini telah melanggar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menekankan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Beberapa langkah telah diambil oleh masyarakat sipil untuk menuntut keadilan. Pegiat lingkungan seperti Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak kepada Negara untuk bisa mengambil langkah konkrit dan tegas dalam upaya penyelamatan bumi dari kehancuran ekologi. Menanggapi kasus yang terjadi di Riau, demo asap kabut di Palembang digelar oleh mahasiswa, atau aksi #jedauntukiklim serentak di seluruh Indonesia yang digagas oleh 350id. Akan tetapi kita tahu bersama ketika pemerintah sebagai pengambil kebijakan tidak berbuat apa-apa, perlawanan berakhir biasa-biasa saja.

Lalu, pertanyaannya adalah bisakah pembangunan ramah lingkungan agar warga negara dimudahkan sekaligus tetap aman?

Setiap perusahaan seharusnya diwajibkan memiliki  Sertifikasi Internasional Organization for Standardization (ISO) 14001 yang menjadi bukti kelayakan suatu organisasi, bisnis, dan fasilitas manufaktur dalam menunjukkan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Sertifikasi ini menunjukkan bahwa sebuah organisasi atau bisnis telah mendedikasikan sistem manajemennya berdasarkan kesadaran lingkungan. Beberapa perusahaan yang telah menerima sertifikat ini diantaranya  PT. Semen Tonasa, Phintraco Technology, dan vemisha anak perusahaan (Phintraco Technology).

Manfaat bagi lingkungan adalah berkurangnya pencemaran lingkungan melalui penurunan  penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya, pengurangan limbah berbahaya dan dapat  mengurangi gangguan sosial yang berasal dari keberadaan industri itu sendiri misalnya, mengurangi kebisingan, polusi air, polusi udara, kemacetan, dan social responsibilty. Sedangkan Manfaat Bagi konsumen adalah turut berpartisipasi dalam mendukung perlindungan lingkungan dengan membeli produk yang ramah lingkungan.

Selain itu pemerintah harus lebih konsisten lagi mengencangkan pembangunan ala Jepang yang telah dimulai beberapa tahun terakhir yang ramah lingkungan. Kontrak yang telah ditandatangani 16 negara itu disebut Join Crediting Mechanism (JCM) yang berfokus pada efisiensi energi, pembangkit listrik energi terbarukan, manajemen limbah, transportasi, dan manajemen lahan harus berkualifikasi kegiatan rendah karbon atau mampu mengurangi emisi CO2, sembari menjaga produktivitas dan efisiensi.

Pemerintah dan masyarakat sipil harus bersinergi agar hal ini bisa terlaksana dengan baik. Hukum harus dijalankan seadil mungkin. Tidak ada pelemahan pasal-pasal karena ada ‘orang dalam’ atau toleransi karena punya kepentingan. Semua pihak berhak dan wajib menjaga lingkungan dari keasliannya.

Flores Documentary Network (FDN), misalnya, yang dikelola anak muda bangsa, telah secara terus menerus hadir ke tengah masyarakat mendengar keluhan korban akibat pemanasan ulah perusahaan yang tidak bertanggungjawab, juga telah dalam beberapa kesempatan mendatangi warga yang menolak pembangunan di daerahnya dengan beberapa pertimbangan yang masuk akal. Dokumentasi yang dibuat dalam bentuk video, foto dan berita online tersebut disebarluaskan agar memberi edukasi dan informasi.

Di zaman sekarang kita bisa memanfaatkan sosial media untuk hal-hal positif, mulai bergerak bersama dan menyatukan konsep agar minimal sebagai mahasiswa kita paham baik apa yang harus kita lakukan.

Pramoedya Ananta Toer mengungkapkan, “Jangan berpura-pura bodoh. Kalian (anak muda) sudah cukup mengerti apa yang terjadi di bangsa ini,”.

Generasi muda sebagai penentu tonggak bangsa dan agen of change ketika melihat ketimpangan, harus punya satu suara: Lawan!

Opini ini dibuat penulis dengan membaca beberapa sumber dan mengaitkannya pada kondisi Indonesia saat ini. Tema yang diangkat LPM Perspektif sangat diapresiasi penulis sebagai sebuah bentuk kepekaan akan kondisi bangsa. Panjang umur, perjuangan!

*Penulis bernama Martiniana Pasrin mahasiswa semester 5 Ilmu Komunikasi Unitri Malang. Mengambil kosentrasi jurnalistik dan bergabung di LPM Papyrus. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media cetak dan media elektronik. Penulis dapat dijumpai di IG:Tinipasrin6 dan facebook:Tini pasrin.

 

 

(Visited 573 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?