Malang, PERSPEKTIF – Hari kedua aksi protes terhadap rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dilakukan pada Selasa (24/9). Aksi ini diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas di Malang, dan Aliansi Rakyat untuk Demokrasi dan Front Rakyat Menolak Oligarki (FRMO) Massa aksi berkumpul di bundaran depan kantor walikota Malang dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malang. Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari aksi sebelumnya yang bertujuan untuk memprotes RKUHP.
Berdasarkan press release Aliansi Rakyat untuk Demokrasi dan FRMO terdapat delapan orang massa aksi yang terluka. Delapan orang tersebut merupakan mahasiswa dari beberapa universitas di Malang, seperti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Politkenik Negeri Malang (Polinema), dan Universitas Islam Negeri Malang (UIN Malang). Massa aksi terluka karena terkena water cannon ketika massa mencoba masuk ke gedung DPRD Kota Malang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Rere, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi. “Ada beberapa massa aksi yang terluka. Ada yang dipukul polisi, ada juga yang terkena water cannon, ada yang pingsan, dan semacamnya,” tuturnya (24/9).
Selain itu, ketika disinggung mengenai massa yang memaksa masuk, Rere menejelaskan bahwa mereka bukan sepenuhnya dari aliansi. “Mereka bukan dari aliansi kami. Banyak aliansi lain yang ikut. Mereka mau mendobrak masuk karena tidak puas kalau tuntutan kami hanya disetujui dengan tanda tangan satu orang anggota DPRD saja,” ungkap Rere
Rere juga menyatakan bahwa penggunaan water cannon ini justru mencerminkan wajah polisi sebenarnya. “Tindakan ini tidak benar. Pihak kepolisian seharusnya mengayomi, bukan bertindak represif kecuali kalau memang situasi menjadi anarkis,” ujar Rere.
Menanggapi tindakan kepolisian, Alif Al-Mahdi, mahasiswa Hubungan Internasional 2018 Universitas Brawijaya, yang juga mengikuti aksi menyayangkan hal tersebut. “Penggunaan water cannon itu sedikit berlebihan. Massa juga agak kacau karena banyak provokator yang belum tentu adalah anggota dari aliansi FRMO sendiri,” tutur Alif (24/9).
Regita Vita Cahyani, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang juga peserta aksi melihat bahwa aksi ini lebih terasa tekanannya daripada hari sebelumnya. “Kalau hari sebelumnya kan ada aksi juga, tetapi greget-nya belum dapat, sekarang kan sudah terasa lebih tekanannya,” ujar Regita (24/9).
Rere, korlap aksi, menyatakan massa aksi tidak hanya terdiri dari aliansi Front Rakyat Menolak Oligarki (FRMO), namun terdapat juga Aliansi Rakyat unutk Demokrasi yang terdiri dari orang-orang yang peduli terhadap isu agraria. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan aksi yang bertepatan dengan hari tani. Selain itu, skema aksi FRMO kedua ini adalah dengan mengirimkan negosiator kepada DPRD Malang untuk menyatakan keinginan penuh dari kedua aliansi ini.
“Terdapat juga aliansi Rakyat Demokrasi yang peduli terhadap agraria, karena mereka peduli terhadap agrarian kan hari ini bertepatan dengan hari tani,” jelas Rere. (jab/sar/ayu/cup)