Malang, PERSPEKTIF– Minggu (17/02) lalu, Radar Malang menerbitkan berita terkait pendapatan tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Malang, yaitu Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, serta Universitas Brawijaya (UB). Berdasarkan laporan tersebut, UB diketahui memiliki pendapatan tertinggi yakni sekitar Rp 1,4 triliun sepanjang tahun 2018. Namun dengan pendapatan sebesar itu, UB mengaku sedang lakukan efisiensi untuk keperluan fasilitas.
Terkait efisiensi, Kotok Gurito, Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Kearsipan dan Hubungan Masyarakat (Humas) UB membenarkan hal tersebut. Tetapi ia menegaskan bahwa efisiensi tersebut tidak mencakup gaji pegawai. “Kalau gaji pegawai, khususnya pegawai negeri itu sudah ketentuan nasional, tapi pengeluaran-pengeluaran lain memang ada efisiensi. Mana yang kira-kira dianggap boros, istilahnya bisa ditekan,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Muhammad Farhan Azis, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UB mengungkapkan bahwa kualitas fasilitas akademik mahasiswa juga harus diperhatikan. “Pendapatan Rp 1,4 triliun ya tidak masalah gaji dosen naik. Tapi kualitas fasilitas akademik harus diperhatikan juga. Jangan cuma dosen sentris tapi mahasiswa sentris juga orientasinya,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan, bahwa jumlah pendapatan tersebut harus mampu mengakomodasi segala kebutuhan di UB, termasuk fasilitas kampus. “Rp 1,4 triliun (Alokasinya) itu harus realistis. Bisa juga untuk fasilitas-fasilitas PSLD (Pusat Studi dan Layanan Disabilitas) yang belum memadai, misalnya bus mahasiswa difabel. Tapi kembali ke itikad baik dari rektorat, mau atau tidak?” tambahnya.
Terkait dengan fasilitas, Annisa Hilmy, mahasiswi Pascasarjana Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) 2017, mengeluhkan fasilitas ruang kelas. Ia juga menambahkan bahwa pemeliharaan fasilitas di UB masih kurang. “Fasilitas kelas misalnya kursi, itu kurang terawat. Menurut saya, pemeliharaan di UB juga masih kurang,” tuturnya.
Selain kelas, fasilitas lain juga dikeluhkan mahasiswa. Seperti yang dipaparkan oleh Reza Cesar Bagaswara, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) 2016. “Di fakultas saya, peralatan laboratorium jumlahnya sedikit. Jadi kalau praktikum harus bergantian pakainya,” ungkapnya.
Menanggapi beberapa keluhan mengenai fasilitas, Lulut Endi Sutrisno, Kepala Bagian (Kabag) Anggaran dan Perbendaharaan UB menjelaskan bahwa sudah ada alokasi dana untuk itu. “Kami sudah mengalokasikan untuk investasi, pengembangan laboratorium, juga proses pembelajaran,” jelas Lulut.
Lebih lanjut Lulut menjelaskan bahwa pendapatan UB tersebut berasal dari dua sumber, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Rupiah Murni. “Rupiah murni itu bersumber dari pajak yang dikeluarkan oleh negara. PNBP bersumber dari masyarakat, salah satunya UKT (Uang Kuliah Tunggal) mahasiswa. Dari Rp 1.4 triliun tersebut, PNBP kita sekitar 900 miliar, sisanya rupiah murni,” pungkasnya. (sal/cha/ptr)