Malang, PERSPEKTIF – Perkembangan isu Universitas Brawijaya (UB) yang akan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) menuai kontroversi dari berbagai elemen mahasiswa UB. Eksekutif Mahasiswa (EM) UB menyatakan kontra terhadap PTN-BH karena adanya berbagai pertimbangan.
Sikap kontra yang muncul dari EM sebagai wujud rasa takut akan beralihnya orientasi UB dari pendidikan menjadi profit, dikarenakan harus mencari dana karena kurangnya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), hal ini disampaikan oleh Lambang Aji Pribadi sebagai Menteri Kebijakan Kampus EM UB.
“Hasil hearing sama rektor, biarpun PTN-BH beliau berjanji tidak menaikkan besaran UKT layaknya kampus lain yang PTN-BH, tetapi sebagai gantinya UB bakalan menggenjot unit-unit bisnisnya, misal kerjasama dengan swasta di beberapa sektor untuk memanfaatkan aset-aset UB,” jelasnya.
Kemudian Aji juga menyampaikan bahwa pengawasan yang akan dilakukan sebagai bentuk pengawalan mengenai isu UB PTN-BH ini dengan mengajukan Judicial Riview ke pihak Mahkamah Konstitusi (MK) dan terus mengikuti isu ini ke pihak Rektorat.
Sejauh ini EM mengupayakan penyadaran dan pemahaman mahasiswa mengenai PTN-BH dan membentuk kesolidan antar mahasiswa untuk bisa mempermudah dukungan dalam mengajukan Judicial Riview. Selain memunculkan berbagai hal yang dirasa sebagai suatu kekurangan, menjadi PTN-BH juga tak menutup kemungkinan adanya keuntungan.
“Kelebihannya sih banyak masalah di UB yang bisa diselesaikan ditingkat internal tanpa menunggu pusat buat memutuskan, misal keluwesan kampus buat buka prodi baru,” ungkapnya.
Tanggapan lain muncul, Zidny Ziaulhaq, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mengutarakan pengawalan BEM FISIP terhadap isu ini dilakukan melalui Kementerian Advokesma.
“Dari advokasi pun terus melaksanakan komunikasi yang continue kepada Wakil Dekan II, Pak Anang, agar nantinya hasil dan keputusan kita bisa selesikan bersama sama, seperti isu kenaikan ukt untuk anak anak 2017 dan kita pasti menekan dan usaha agar hal tersebut tidak terjadi,” jelasnya.
Disisi lain tangapan soal PTN-BH juga, di utarakan oleh Robertus Wijaya, Ketua Himpunan Ilmu Poitik (Himapolitik). Menurutnya jika mendapatkan otonomi dan sepenuhnya kepada perguruan tinggi negeri tanpa ada campur tangan dari kementerian. PTN akan menjadi sebuah produk kapitalis yang akhirnya orang-orang yang ada di perguruan tinggi tersebut membuat PTN tersebut sebagai produk komersialisasi pendidikan.
“Untuk menjadi PTN-BH itu kayak jualan kacang di supermarket, kacangnya rasanya sama kayak di kaki lima tapi harganya beda, jadi mending beli di kaki lima daripada beli di supermarket, artinya UKT UB sendiri mahal tetapi tidak sebanding dengan apa yang didapat oleh mahasiswa,” tandasnya. (aul/yud/dik/zil)