Lompat ke konten

Simposium Sosial : Pro dan Kontra Program Bela Negara

Para anggota BARIS berfoto setelah sukses menyelenggarakan acara Simposium Sosial (24/10)
(Fauzi/Perspektif)

Malang, PERSPEKTIF– Sabtu (24/10), untuk pertama kalinya, Badan Riset Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BARIS) menyelenggarakan acara Simposium Sosial yang berlangsung di Gazebo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Acara Simposium ini mengusung tema “Program Bela Negara Ditinjau dari Segi Ekonomi, Sosial, Politik, Hukum, dan Budaya yang diharapkan dari masing-masing peserta dapat memberikan pandangannya tentang program revolusi mental yang ditawarkan oleh pemerintahan Jokowi-JK yang satu ini.

“Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro-nya sendiri, banyak peserta yang mengatakan program bela negara ini baik untuk masyarakat Indonesia karena rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat Indonesia sangat kurang sehingga untuk merevolusi mental masyarakat kita. Sedangkan yang kontra mengatakan, dalam waktu lima tahun itu, program bela negara membutuhkan dana sekitar 10 triliun rupiah. Kontra-nya lagi, karena sudah ada pendidikan kewarganegaraan sehingga lebih baik dimaksimalkan saja di situ,” jelas ketua pelaksana Simposium Sosial, Bikhatul Febri Utari.


“Dalam program bela negara ini, kami juga menyoroti masalah program bela negara yang bersifat sukarela, jadi pemerintah kita itu sebenarnya tahu bahwa masyarakat kita kurang mencintai bangsanya sendiri serta kurang memiliki rasa nasionalisme dan patriotime, namun kenapa harus menerapkan sistem militer di program bela negara, nah itu yang perlu kita pertanyakan. Maksudnya, kalau pemerintah mengadakan program bela negara melalui sistem pelatihan militer, tentu fungsinya itu bukan untuk merevolusi mental masyarakat, tetapi dibuat untuk menjadi pertahanan sewaktu-waktu jika bangsa kita diserang oleh negara lain,” tambah mahasiswa sosiologi FISIP yang biasa di sapa Bhika tersebut.   

Tujuan utama mengadakan Simposium Sosial ini adalah untuk menjalin silaturahmi antar Lembaga Riset Fakultas (LRF) serta untuk menumbuhkan budaya diskusi antar mahasiswa. Peserta yang diundang diharapkan membuat sebuah esai yang berkaitan dengan tema, dan kemudian diberikan kesempatan satu-persatu untuk mempresentasikan hasil esai-nya ke peserta lain. Dari terselenggarakannya acara tersebut, diharapkan akan semakin mempererat tali silaturrahmi antar sesama Lembaga Riset Fakultas, meningkatkan budaya ilmiah di kalangan mahasiswa, serta dapat memberikan saran-saran positif kepada pemerintah terkait program bela negara tersebut.

“Menurut saya, saran untuk pemerintah terkait program bela negara ini perlu ditinjau kembali ya masalah dana-nya itu, bila perlu dirinci kembali. Kalaupun itu diadakan program baru, kita harus tahu bagaimana urgensi nya, karena telah ada program sebelumnya yang dapat menunjang revolusi mental masyarakat, seperti pendidikan PKN yang sudah ditanamkan sejak dulu,” ungkap Bhika dari Sosiologi 2014 tersebut.  

“Ucapan terimakasih kepada seluruh peserta karena sudah mau berpartisipasi dan peduli dengan acara Lembaga Riset kami. Untuk seluruh panitia, saya bangga dengan kalian, dengan waktu yang sesingkat ini, kita bisa melebihi ekspetasi kita. ada satu tamu undangan yang berhasil kita datangkan,” tutur ketua pelaksana Simposium Sosial BARIS tersebut. (bsa/nnd)      
(Visited 95 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?