Lompat ke konten

Indikator Penilaian Dinilai Tak Rasional

Malang, PERSPEKTIF Rencana Dekanat FISIP mengadakan tim evaluasi Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) mendapat penolakan. Sejumlah LKM menilai indikator penilaian dalam evaluasi tidak rasional. Dalam surat edaran dari dekanat, terdapat empat komponen penilai dalam evaluasi LKM ini, yaitu 30 % dari LSO sendiri, 30% dari BEM, 30 % dari DPM dan 10 % dari tim evaluasi dari dekanat.

Adapun indikator penilaian, terdapat 8 poin, yaknijumlah anggota, kegiatan 1 tahun, level kegiatan, keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan yang dilakukan organisasi, keikutsertaan dalam kompetisi,kedisiplinan organisasi, kerjasama antar lembaga, dan tingkat optimalisasi penggalangan dana. Poin-poin indikator itulah yang menuai kritik pedas.
Banyak LKM menyayangkan indikator yang tidak semuanya relevan bagi LKM. Ketua Kompas (pecinta alam FISIP), Mohammad Havid, dengan tegas menyatakan penolakan tentang indikator penilaian.Kita tidak setuju, karena ada beberapa poin yang kurang relevan seperti prestasi dan sponsorship. Masa jika kami mengadakan bakti social harus ada sponsornya kan tidak enak, kata Havid, sapaan akrabnya.
Terpisah, Presiden BEM FISIP,Mohammad Faisal Akbar, mengatakan, sejak awal munculnya wacana tim evaluasi, pihaknya memang sudah tidak sepakat. “Dari awal aku sebenarnya tidak sependapat, mungkin dari segi jangka pendek bagus tetapi dari segi jangka panjang itu kita gakbakalan tahu ujungnya akan seperti apa,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia mengaku sudah meminta DPM FISIP untuk memperbaiki poin-poin penilaian. Pasalnya, indikator yang tertuang dalam poin-poin penilaian tidak relevan jika diterapkan bagi seluruh LKM lantaran masing-masing LKM memiliki jenis dan karakteristik yang berbeda. “Waktu itu kami juga sempet ngomong ke DPM agar ini lebih dirapiin lagi lah, lebih dijelasin soalnya sebaik apapun (penilaian) itu tetap subjektif sebenarnya,” tuturnya.

Subjektivitas penilaian tak hanya dikhawatirkan BEM FISIP. Ketua Umum LSO Mixth, Diah Deirzahrani, menganggap, penilaian ini tidak akan efektif untuk menilai perilaku seluruh LSO yang termasuk pada standar sehat-sakit-mati. Mahasiswi asal Bogor itu menegaskan, setiap LSO memiliki standar yang berbeda.Satu hal yang membuat mengerutkan alis adalah ketika masing-masing LSO saling menilai baikburuknya LSO lain,” tandasnya. Diah berucap, para LSO bisa saling menjatuhkan jika aturan itu diterapkan. (dew/idp/mca)
(Visited 87 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?