Malang, PERSPEKTIF – Minggu (7/8) merupakan puncak peringatan 10 tahun kematian Munir Said Thalib, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Tuntutan untuk menuntaskan kasus kematian aktivis yang juga merupakan alumni Fakultas Hukum UB tersebut. Acara tersebut digelar di Omah Munir, Kota Batu, sejak pagi hingga malam hari.
Suciwati, istri Munir, mengungkapkan harus ada peran dari pemerintahan yang baru dalam penyelesaian atas kasus kematian Munir. “Waktu itu saya bertemu dengan Presiden yang berjanji untuk menuntaskan kasus ini tapi sampai hari ini hasilnya masih nol,” katanya.
Tuntutan untuk mengungkap misteri yang ada di sekitar kasus kematian Munir juga datang dari Mukti Fajar, Dewan Etik Omah Munir. “Transisi pemerintahan juga harus bertindak untuk menyelesaikan, jangan berhenti di kata-kata, harus ada tindakan,” tegas pria yang juga dosen Munir sewaktu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Menurut Mukti “Munir ada dan berlipat ganda” yang menjadi tema peringatan 10 tahun Munir ini cukup tepat. Dia mengatakan masyarakat semakin peduli dengan penegakan HAM. “Harapannya setelah kematian Munir muncul banyak “munir-munir” lain yang akan memperjuangkan HAM, Munir ada dan berlipat ganda,” pungkasnya.
Sejumlah seniman juga turut datang ke Omah Munir untuk memperingati bersama masyarakat. Antara lain, monolog Butet Kertarejasa yang bermonolog “Aku Pembunuh Munir” karya Seno Gumira Adjidarma. (rip)
(Visited 106 times, 1 visits today)