Lompat ke konten

Peringati Hari Kartini BEM FISIP Adakan Diskusi

Menyampaikan- Narasumber sedang menyampaikan materi pada kampanye independent women dan diskusi, Kamis (19/04) (PERSPEKTIF/ Mitha)

Malang, PERSPEKTIF –  Memperingati hari Kartini, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan diskusi bertema “Melihat Fenomena Independent Women dari berbagai Perspektif”, pada Kamis (19/4) di Panggung Apresiasi. Diskusi tersebut dikemas dalam acara bertajuk “Hear Her Voice” dengan menghadirkan tiga narasumber, yakni  Siti Kholifah (Wakil Dekan I FISIP), Happy Silaen (Wakil Presiden BEM 2016) dan Peni Budi Astuti (Perwakilan UKM Perempuan Mandiri  Sumber Perubahan Malang).

Siti Kholifah membuka diskusi dengan membahas mengenai budaya patriarki dan bagaimana laki-laki yang masih memimpin segala sesuatu. “Di lingkungan kita saat ini, budaya patriarki itu masih ada. Dalam artian masih banyak laki-laki yang memimpin segala sesuatu,” ungkap Kholifah.

Selain itu, Kholifah juga membahas mengenai perempuan sebagai pemimpin masih sering dipertanyakan kemampuan memimpinnya. Bahkan hal tersebut pun dipertanyakan oleh perempuan itu sendiri. Ia melanjutkan bahwa persamaan gender harus ada kepedulian dari laki-laki dan perempuan. “Bagaimana  kemudian melakukan memperjuangkan  perempuan dalam hal apapun, itu akan memerlukan energi yang lebih jika itu hanya perempuan sendiri. Kita juga harus mengajak laki- laki paham tentang isu gender, isu tentang kesetaraan  laki-laki dan perempuan,” terang Kholifah.

Kemudian menurut Happy definisi masyarakat terhadap perempuan sudah sangat mengikuti standar. “Menempatkan perempuan itu menjadi second class. Kedua kita belum pada tahap membiarkan perempuan untuk memilih jalannya. Jadi intersubjektifitas pada masyarakat masih melekat pada diri perempuan. Ketiga bagi perempuan sendiri, terkadang dimanjakan dengan keistimewaan  ini,” jelas Happy.

Diskusi dilanjutkan oleh Peni Budi Astuti, ia mengungkapkan berdirinya Preman Super didasarkan  oleh keprihatinan terhadap perempuan. “Perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga dianggap sepele. Akhirnya dengan rasa keprihatinan ini, kami membuat komunitas Preman Super. Harapannya ibu-ibu yang ada di rumah dapat melakukan kegiatan ekonomi di rumah. Hal tersebut dapat mengangkat sosok dari perempuan,” jelas Peni. (knd/mth/wur)

(Visited 205 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?