Lompat ke konten

Tema Ngopi: Kritik Pertelevisian Tanah Air

PUTIH - Sesaat sebelum acara pemutaran film NGOPI dimulai pada Jumat (23/9). (PERSPEKTOF/Tuhfa)
PUTIH - Sesaat sebelum acara pemutaran film NGOPI dimulai pada Jumat (23/9). (PERSPEKTOF/Tuhfa)
PUTIH – Sesaat sebelum acara pemutaran film NGOPI dimulai pada Jumat (23/9). (PERSPEKTIF/Tuhfa)

Malang, PERSPEKTIF – Pada hari Jumat (23/09) kemarin, Lembaga Semi Otonom (LSO) Societo Sineklub Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) mengadakan Acara NGOPI (Ngotot Nonton Pilem), yang bertempat di belakang Gazebo FISIP. Acara yang dilaksanakan tiga minggu sekali ini cukup menarik antusiasme civitas FISIP untuk ikut terlibat di dalamnya.

Pada pemutaran kali ini, Societo mengangkat tema kritik terhadap televisi yang mulai dipertanyakan nilai-nilai yang dikandung tayangannya. “Kami mengangkat tema televisi karena melihat perkembangan pertelevisian di Indonesia yang semakin aneh, lebih mengejar rating setinggi-tingginya dibandingkan dampak dari yang ditayangkan,” ungkap Aditya Sari Kusuma Rahayu mahasiswi Ilmu Komunikasi sebagai ketua pelaksana acara.

Ada tiga film yang diputar, yakni Worked Club, Di Sekitar Televisi, dan Another Club TV. Salah satu di antara tiga film itu, Another Club TV, pernah  masuk dalam nominasi Festival Film di Berlin, Jerman.

Namun, tidak hanya Another Club TV saja yang menuai perhatian penonton. Film Di Sekitar Televisi juga tak kalah menariknya. Film itu menceritakan seorang nenek yang hanya bisa tidur dan duduk di sebelah televisi dan jendela. Sehingga ia  hanya dapat melihat dan mengetahui dunia luar melalui televisi dan jendela.

 “Ketiga film tersebut cukup menarik. Walaupun saya kurang (bisa) menangkap (makna) ketiganya. Hanya satu saja yang bisa saya intrepetasikan, karena ketiga film itu memiliki tafsir yang menarik dan berbeda,” ungkap Alde Satria, salah satu penonton yang berasal dari Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM) UB.

Tujuan diadakannya NGOPI ini untuk mengembangkan minat masyarakat dalam menonton film indie. Karena pihak Societo merasa minat untuk menonton film indie masih kurang, dilihat dari para peminatnya yang tidak seberapa. “Sekarang kebanyakan orang menonton film industri seperti menonton film ke bioskop. Padahal film indie itu bagus dan lebih berisi,” kata Aditya. (ttm/ade)

(Visited 163 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?