Lompat ke konten

Upacara Hari Senin: Ritual yang Kehilangan Ruh

Oleh: Permata Ariani*
Hari Senin selalu diidentikkan dengan hari yang sibuk, sebuah awal pekan yang menjemukan. Di hari Senin jalanan selalu terlihat lebih padat, mungkin akan kita jumpai pula orang tua yang mengantar anak-anaknya ke sekolah lebih pagi, sedangkan anak-anak berada di boncengan dengan wajah yang terkantuk-kantuk dengan mengenakan setelan seragam yang terlihat lebih rapi, lengkap dengan sabuk, dasi, dan topi. Tidak mengherankan, karena di hari senin siswa-siswi di wajibkan mengikuti pelaksanaan upacara bendera.

Di hampir seluruh sekolah di tanah air, pada hari Senin, akan kita jumpai siswa-siswi  dibariskan di lapangan terbuka untuk melakukan serangkaian ritus yang hari ini kita kenal sebagai upacara bendera. ritual ini mengharuskan para pelajar, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas untuk melakukan rutinitas yang cukup menjemukan. Para peserta upacara ini diharuskan berdiri dalam barisan yang tertata, dengan sikap sempurna, dan tanpa bicara. Hal ini harus mereka patuhi sepanjang pelaksanaan upacara yang terdiri dari pengibaran sang saka diiringi dengan lagu indonesia raya,  mengheningkan cipta, pembacaan teks pancasila dan pembukaan undang-undang dasar, kemudian ditutup mendengarkan dengan amanat dari pembina upacara.

Tidak heran rasanya jika banyak siswa-siswi yang bosan dengan rangkaian kegiatan upacara. Mereka kemudian mulai mengobrol dengan teman terdekat, bermain ponsel, atau mencari kegiatan yang mengurangi kejemuan mereka. Sementara itu beberapa guru akan diposisikan dibelakang siswa untuk menegur siswa-siswi yang mulai gaduh. Dari paparan fenomena diatas, dapat  dilihat bahwa tidak banyak pelajar yang antusias dengan pelaksanaan upacara bendera. mereka mengikuti pelaksanaan upacara bendera lebih karena ketakutan mereka terhadap power koersif yang dimiliki instansi sekolah daripada kesadaran pribadi.  


Mencari Sakralitas

Di Indonesia, kita mengenal ada bermacam-macam upacara, mulai dari upacara keagamaan hingga upacara adat. Pada setiap ritual upacara ada sesuatu yang kita sebut dengan sakralitas, yaitu  suatu aura keramat yang memaksa setiap peserta upacara untuk melakukan  ritual secara khidmat. Lalu, apakah upacara bendera yang dilakukan di sekolah setiap hari senin sudah menemukan sakralitasnya?
Jika disandingkan dengan upacara adat, kelahiran seorang bayi misalnya, suatu suku akan melakukan upacara tersendiri untuk memperingati hari kelahiran sang bayi. Upacara ini kemudian akan dianggap sakral oleh orang-orang terdekat si bayi karena hanya akan dilaksanakan sekali seumur hidup si bayi. Mereka kemudian menyiapkan peralatan-peralatan upacara secara khusus untuk peristiwa berharga tersebut. Disinilah muncul poin-poin eksklusifitas. Eksklusifitas karena terbatasnya orang yang dapat melakukan upacara tersebut, juga karena terbatasnya momentum untuk melaksanakan rangkaian ritual adat yang dimaksud. 

Sedangkan dalam upacara bendera yang dilakukan setiap hari Senin, nilai sakralitas itu sangat sulit ditemukan. Selain karena tidak banyak peserta yang menganggap hal itu sebagai suatu yang penting, semua pelajar melakukan hal yang sama sehingga tidak ada eksklusifitas peserta, dan momen yang terus berulang selama wajib belajar sembilan tahun.  Upacara bendera kemudian hanya berakhir sebagai rutinitas semu yang dilaksanakan tanpa ketakziman dari para pesertanya.


Upaya Penanaman Nasionalisme

Pelaksanaan upacara bendera kerap kali dilihat sebagai salah satu upaya penanaman nasionalisme kepada pelajar  yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. Menumbuhkan rasa cinta tanah air pada generasi muda memang merupakan tanggungjawab bersama masyarakat, pemerintah, dan instansi pendidikan. Tapi hari ini justru dapat kita lihat bahwa instruksi hormat kepada bendera selama durasi lagu Indonesia Raya, pembacaan ayat-ayat pancasila dan  pembukaan UUD 1945 sudah dianggap menuntaskan kewajiban mereka untuk menanamkan nasionalisme pada generasi penerus. Upacara dianggap sebagai upaya yang cukup sebagai pendidikan nasionalisme pada pelajar.  Maka, bukankah hal itu justru mengerdilkan arti nasionalisme itu sendiri?

Rutinitas upacara bendera yang diwajibkan bagi para peserta didik selama sembilan tahun masa sekolah memang mencetak generasi muda yang hafal dua lagu kebangsaan, lima ayat pancasila, dan empat paragraf pembukaan UUD.  Tetapi, apakah hanya sekedar hafalan yang di targetkan terkait esensi pelaksanaan upacara bendera? dapatkah ketakziman dalam mengikuti ritual upacara bendera dijadikan landasan penilaian tingkat nasionalisme seseorang? Sekali lagi, hal itu justru mengerdilkan arti nasionalisme itu sendiri.

Sering kita menjumpai orang-orang yang pandai secara teoritis tapi nol dalam praktik. seperti siswa yang pandai menghafal rumus-rumus matematika tapi tidak paham aplikasinya dalam kehidupan. Saya melihat upacara bendera sebagai ritual yang mampu membuat para siswa hafal pancasila dan pembukaan UUD, Tetapi desain upacara yang terlalu militeristik ini gagal mengundang rasa ingin tahu siswa untuk menelaah lebih lanjut mengenai pemaknaan pancasila dan pembukaan UUD. Hal ini kemudian hanya berakhir sebagai hafalan semata, yang sulit diejawantahkan dalam perilaku sehari-hari. Lantas? Nasionalisme mana yang dimaksudkan telah ditumbuhkan melalui upacara bendera jika aplikasi dalam kehidupan justru sulit dirasakan?

Seiring berkembangnya zaman, kita tidak bisa ingkar bahwa tradisi-tradisi militeristik ala orde baru kini sudah tidak lagi relevan. Apalagi jika dibandingkan dengan gempuran tradisi barat yang menyusup melalui budaya-budaya populer, yang justru sangat mudah diterima generasi muda.  Sayangnya, pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab bersama atas penyemaian bibit-bibit nasionalisme ini bersama-sama menutup mata dan mengingkari kesadaran mereka atas ketidakefektifan upacara setiap hari senin.  Upacara bendera justru dijadikan ajang pembelaan bagi mereka yang lepas tangan dalam tanggung jawab pendidikan nasionalisme.

 *)Mahasiswi Ilmu Komunikasi UB 2012
Pimpinan Divisi PSDM LPM Perspektif 2015
(Visited 307 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?